GRESIK | SIGAP88 – Lima kecamatan di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, secara resmi telah memiliki kepengurusan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK). Kelima kecamatan dimaksud adalah Kecamatan Gresik (kota), Kebomas, Manyar, Menganti, dan Driyorejo.
Pengukuhan pengurus FPK lima kecamatan yang total berjumlah 60 orang tersebut berlangsung di ruang pertemuan Putri Mijil Pendopo Kabupaten Gresik, Senin (5/8/2024).
Ketua FPK Gresik, Dr KH Toyib Mas’udi, mengatakan, terbentuknya kepengurusan FPK di lima kecamatan tersebut sebenarnya telah lama direncanakan. Namun, realisasinya baru Agustus 2024 ini.
“Sejak tahun 2021 kami untuk pertama kali mewacanakan terbentuknya kepengurusan FPK di tingkat kecamatan. Namun, baru pada tahun 2024 ini bisa kami kukuhkan,” ujarnya di hadapan puluhan pengurus FPK dari kecamatan yang dikukuhkan.
Terpilihnya lima kecamatan tersebut, lanjut Kiai Toyib, karena penduduknya paling beragam atau multi-etnis atau suku dibanding kecamatan lainnya di wilayah Kabupten Gresik.
Hal ini seiring dengan perkembangan industrialisasi dan kawasan perumahan baru di kawasan tersebut, sehingga menjadi magnet bagi masuknya warga baru dari berbagai etnis atau suku.
Diketahui, dalam catatan FPK, di Gresik terdapat 21 etnis atau suku yang hidup berdampingan dalam kehidupan masyarakat.
“Banyaknya pendatang di lima kecamatan tersebut, selain karena industrialisasi juga karena pengembangan kawasan perumahan baru yang berkembang cukup pesat,” ungkapnya.
Menurutnya, sesuai Permendagri Nomor 34 tahun 2006 yang menjadi landasan dibentuknya FPK, kepengurusan organisasi kemasyarakatan ini, bisa sampai ke tingkat desa dan kelurahan.
“Untuk kecamatan lain, akan kita bentuk di waktu yang akan datang. Lima kecamatan ini sebagai prioritas saat ini sesuai dengan perkembangan di lapangan,” jelasnya.
Usia pengukuhan, kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi pembauran kebangsaan.
Hadir sebagai narasumber adalah Kepala Bakesbangpol Kabupaten Gresik, Nanang Setiawan dan Dr Muchammad Toha, Kepala Badan Diklat Kementerian Agama Jawa Tengah
Dalam paparannya di hadapan puluhan pengurus FPK lima kecamatan tersebut, Kepala Bakesbangpol Gresik Nanang Setiawan mengungkapkan, Indonesia terdiri atas ribuan etnis atau suku.
Karena itu secara dini, para pendiri bangsa sudah memikirkan bagaimana menyatukan keberagaman etnis/suku itu dalam ikatan ke-Indonesiaan yang utuh, yang dikenal dengan semboyan Bhinneka tunggal Ika.
“Bahkan jauh sebelum kemerdekaan, pada zaman kerajaan Majapahit sudah memikirkan dan langkah konkret menyatukan Nusantara,” ujarnya.
Dikatakan, beragamnya etnis atau suku jangan sampai memunculkan gesekan horizontal, sebaliknya justru menjadi kekuatan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Demikian juga di Kabutapaten Gresik.
Adanya kelompok-kelompok masyarakat atau etnis, berpotensi terjadinya gesekan horizontal. Karena itu, perlu terus waspada dan antisipatif, serta bijak dalam menentukan sikap dan tindakan.
“Contoh, munculnya padepokan-padepokan bela diri silat yang tak jarang memicu konflik antarperguruan silat. Demikian juga keragamaan etnis atau suku yang cukup banyak di Gresik, perlu kerja sama semua pihak, termasuk para relawan semacam FPK ini untuk menciptakan kondisi yang benar-benar nyaman dan kondusif,” tandasnya.
Sementara Muchmmad Toha mengatakan, saat ini masyarakat di Indonesia sering dibikin lelah karena sibuk ngurusi masalah yang sebenarnya tidak penting.
Bahkan, potensi adu domba dengan berbagai modus dan strateginya terus berkembang dan bisa menjadi ledakan sosial jika tak diantisipasi secara cermat dan bijak.
“Isu Ba’alawy yang membuat suasana memanas dengan melibatkan para habib yang mengklaim keturunan Nabi Muhammad dan sejumlah kiai dan ulama, hingga hari ini masih terus menggelinding dan menyedot perhatian publik. Kenapa itu sampai terjadi dan berlarut-larut, pasti ada sutradaranya. Karena itu, nggak usah ditonton atau jangan diikuti. Itu masalah tidak penting, mau keturunan nabi atau bukan, apa manfaatnya buat masyarakat?” katanya.
Ia menandaskan, tanpa disadari, masyarakat sering menjadi korban adu domba, baik secara terang-terangan maupun halus, bahkan tak bisa dideteksi siapa pelaku atau sutradaranya. Karena itu, masyarakat perlu cerdas dan bijak dalam menyikapi fenomena yang berkembang.
“Karena itu saya berharap, FPK yang di dalamnya berisi orang-orang “gendeng” yang mau bekerja secara sukarela meski tidak dibayar, terus mengawal upaya-upaya penyatuan berbagai elemen bangsa di masyarakat. Kenali karakteristik semua etnis yang ada, sehingga bisa bijak melihat masalah. Untuk ini, pemerintah, baik di Pemkab Gresik, Muspika, Muspida, layak memfasilitasi, karena Anda semua telah dibantu dengan keberadaan FPK ini,” tandas mantan Ketua Bawaslu Gresik ini