Kepala Stasiun Klimatologi Unit Pelaksana Teknis (UPT) BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Timur, Anung Suprayitno (Foto:ist)

Surabaya | SIGAP88 – Musim kemarau tahun 2025 yang mundur dari normalnya sehingga pada bulan Juli ini dirasa lebih dingin yang ditandai adanya fenomena bediding.

Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Jawa Timur dijelaskan bahwa fenomena bediding ini terjadi di wilayah selatan katulistiwa termasuk Jawa Timur menjelang puncak musim kemarau 2025.

Kepala Stasiun Klimatologi Unit Pelaksana Teknis (UPT) BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Timur, Anung Suprayitno menjelaskan, prediksi musim kemarau 2025 di Jatim puncaknya diperkirakan terjadi pada bulan Agustus, dengan sifat hujan sebagian besar diprediksi atas normal.

“Namun, beberapa wilayah yang diperkirakan tidak ada tutupan awan / tidak ada hujan berdampak potensi suhu ekstrem seperti bediding juga meningkat,” ujar Anung, dalam keterangannya Selasa (15/7/2025).

Baca Juga  Babinsa Koramil 0826-03 Proppo Komsos Dengan Warga Desa Jambaringin

Bediding sendiri, dijelaskan Anung, merupakan siklus musiman, yang ditandai dengan aktifnya angin monsun timuran yang bersifat kering-dingin tidak adanya tutupan awan serta rendahnya intensitas hujan.

Bediding adalah kondisi dengan suhu lingkungan terasa lebih dingin dibandingkan normalnya (wilayah Indonesia bagian selatan).

“Jadi bediding adalah siklus yang tiap tahun terjadi. Untuk bulan Juli 2025 terpantau di data pengamatan otomatis pos Bromo tercatat 5,3 derajat Celcius,” terangnya.

Ia mengungkapkan, istilah ‘bediding’ merupakan sebutan yang berasal dari masyarakat, karena kondisi dengan periode suhu lebih dingin dibanding biasanya.

“Fenomena bediding merupakan bagian dari siklus tahunan yang perlu diwaspadai dampaknya. Selain mengganggu kenyamanan tubuh terutama pada lansia, suhu rendah juga berpotensi menimbulkan embun es di dataran tinggi yang dapat merusak tanaman serta memengaruhi sektor peternakan,” ungkapnya.

Baca Juga  Babinsa Koramil Larangan Dampingi Pengeboran Sumber Air di Desa Tentenan Timur

Menurut data yang tercatat, Anung memprediksi, fenomena bediding di Jawa Timur ini berlangsung pada bulan Juni-September atau selama periode musim kemarau. Hal tersebut tergantung perubahan suhu setiap harinya.

“Suhu terdingin umumnya terjadi pada bulan Agustus seiring memasuki puncak musim kemarau,” ungkap Anung.

Dampak dari fenomena bediding ini terasa luas, sebut Anung, mulai dari gangguan kesehatan, kerusakan komoditas pertanian akibat frost, hingga potensi meningkatnya kematian unggas.

Ia pun mengimbau supaya masyarakat yang berada di dataran tinggi mitigasi adanya perubahan suhu ekstrem di tengah fenomena bediding ini.

“Sektor peternakan, diprediksi berpotensi menyebabkan kematian khususnya untuk peternakan unggas,” ungkapnya

Baca Juga  Kapolres Nganjuk Hadiri Upacara HUT ke-80 TNI

“Saya mengimbau masyarakat, khususnya yang tinggal di dataran tinggi atau rentan terdampak suhu ekstrem, untuk meningkatkan kewaspadaan dan melakukan langkah mitigasi,” tambah Anung.

Dampak bediding ini menurut Anung, dapat dirasakan seluruh wilayah terutama wilayah selatan katulistiwa di Indonesia.

Ia pun menuturkan bahwa BMKG juga terus memberikan informasi suhu dan kondisi ekstrem lainnya melalui kanal resmi seperti website, media sosial, dan aplikasi Info BMKG.

Sehingga Ia memastikan, supaya masyarakat selalu mengecek prediksi BMKG agar dapat memitigasi kondisi cuaca ekstrem yang terjadi(*)

sigap88.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE