Hikmah Berkurban di Idul Adha

124

sigap88.com – Bulan Zulhijah dikenal sebagai bulan haji atau kurban. Bulan di mana umat islam di dunia melaksanakan ibadah haji di kota suci Mekkah.

Rangkaian rukun haji harus dilalui dan dilaksanakan oleh para jamaah sesuai syariah dalam rangka menunaikan rukun Islam yang kelima.

Demi lancarnya pelaksanaan ibadah haji, calon jemaah sudah semestinya mempersiapkan diri baik fisik, ruhiyah dan materi.

Untuk fisik perlu menjaga kebugaran dengan melakukan olah raga secara rutin.

Peningkatan ruhiyah dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah melalui memperbanyak ibadah dan doa-doa. Dan mempersiapkan materi untuk memenuhi biaya selama melaksanakan haji di kota suci Mekkah dan bekal untuk pemenuhan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.

Istilah hari kurban tak lepas dari peristiwa historis kenabian Ibrahim dan Ismail ‘alaihissalam yang sangat monumental.

Pernah suatu saat Rasulullah SAW ditanya oleh sahabatnya mengenai makna penting dari ibadah penyembelihan kurban dalam Islam.

Beliau menjawab dengan tegas bahwa ibadah kurban ini adalah ajaran Bapak kalian, yakni Nabi Ibrahim alaihissalam

Mayoritas ulama berpendapat bahwa udhiyyah atau kurban dihukumi sunnah muakkadah, yaitu sunah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan.

Ibadah ini sangat dianjurkan bagi muslim yang memiliki kemampuan dan kelebihan rezeki.

Bahkan, sebagian ulama menjelaskan tentang kebolehan berutang dalam rangka menjalankan syariat udhiyyah.

Baca Juga  Kapolres Sumenep Ajak AMOS Lestarikan Budaya Pencak Silat Lokal

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.” (H.R. Ibnu Majah no. 3123)

Ibadah kurban tidak hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga memiliki banyak hikmah dan keutamaan yang sangat besar bagi kehidupan seorang muslim, baik secara individu maupun sosial.

Hal penting dari Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban bagi umat Islam yaitu untuk selalu berupaya menghayati dan mengaktualisasikan makna esensi dan pesan-pesan luhur ibadah kurban dalam Islam, baik sebagai hamba Allah maupun sebagai Khalifatullah, baik sebagai umat Islam maupun warga bangsa yang tidak terlepas dari misi agama untuk menghadirkan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi sesama.

Kegiatan penyembelihan hewan kurban yang dilaksanakan hingga saat ini merupakan implementasi dari kepatuhan Nabi Ibrahim alaihisalam dan putranya Nabi Ismail alaihisalam dalam menjalankan perintah Tuhan.

Nabi Ibrahim alaihisalam hidup pada abad 18 SM, suatu masa yang dikenal dalam sejarah manusia sebagai era terjadinya persimpangan jalan pikiran tentang maraknya praktek kurban manusia yang dipersembahkan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan mereka.

Sementara perintah Allah SWT kepada kholilullah Ibrahim alaihisalam untuk menyembelih anaknya, Ismail lantaran diilhami dari suatu ru’yah (mimpi kenabian) yang diterima dari Allah SWT.

Baca Juga  Kodim 0826 gandeng Polres Pamekasan Gelar Doa dan Sholawat Bersama Jelang Pilkada Serentak 2024

Para ahli tafsir menyatakan, perintah Allah kepada nabi Ibrahim alaihisalam agar menyembelih putranya sebagaimana dikisahkan dalam Alqur’an Surat As-Shaaffat ayat 102.

Dalam ayat tersebut terkandung makna yang dalam untuk menyampaikan pesan dan pelajaran kepada manusia, bahwa betapapun besarnya cinta seseorang kepada anak atau apapun yang dimilikinya, sesungguhnya bukanlah sesuatu yang berarti bila Allah telah menghendaki.

Pada hakikatnya apapun yang dimiliki dan dikuasai manusia sejatinya adalah sekedar titipan dari Allah Azza wa Jalla.

Karenanya ridla dan mahabbah Allah yang sesungguhnya paling berarti dalam hidup dan kehidupan seorang muslim.

Disebutkan juga dalam akhir kisah tersebut, Allah SWT memberikan pengganti seekor domba yang besar atas keberhasilan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam melaksanakan perintah dan ujian yang amat sangat berat itu.

Peristiwa monumental ini juga mengandung ‘ibrah (pelajaran), bahwa Allah SWT sangat sayang dan menjunjung tinggi harkat, martabat dan jiwa manusia, sehingga Ia sama sekali tidak memperkenankan manusia dijadikan kurban untuk penyembahan atau sebagai tumbal untuk kepentingan apapun yang pada akhirnya mengakibatkan tercucurnya darah atau lenyapnya nyawa manusia.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang muslim sejati adalah yang memiliki kecintaan dan kepatuhan mutlak kepada Allah SWT melebihi kecintaannya kepada siapapun dan apapun.

Baca Juga  Ini Pesan Sejuk KH. Ramdlan Siraj kepada Ribuan Massa Untuk Kemenangan Paslon Fauzi-Imam

Kecintaan manusia kepada siapa dan apa saja selalu didasari karena kecintaannya kepada Allah SWT.

Perjuangan Nabi Ibrahim alaihisalam dan putranya, Ismail alaihisalam hendaknya dapat dijadikan wahana introspeksi diri atas ketaatan manusia dalam memegang teguh syariat Islam, untuk selanjutnya ritualitas kurban diharapkan mampu membentuk pribadi muslim yang peduli terhadap masyarakat dan lingkungan sekelilingnya.

Sebagai manusia yang siap berkorban dan mengulurkan tangan untuk membantu dan meringankan penderitaan kepada sesama, terutama kepada umat yang lemah dan membutuhkan (kaum dlu’afa dan masakin).

Di akhir tulisan ini, penulis mengajak apabila kita memiliki kenikmatan, hendaknya berbagi kenikmatan itu kepada yang membutuhkan.

Apabila ada orang lain menderita, kita membantu untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi penderitaannya.

Bila ada saudara kita sakit, hendaknya kita turut mengobati dan berempati kepadanya. Bila ibadah puasa kita yang lalu mengajak kita merasakan lapar serta dahaga sebagaimana orang-orang miskin sering merasakannya, maka ibadah kurban saat ini mengajak saudara-saudara kita merasakan nikmatnya kenyang sebagaimana kita sering mengalaminya.

sigap88.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE