Pasuruan | SIGAP88 – Merasa dirugikan oleh PT. Nawasena Setia Perkasa (NSP), warga desa Balonganyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan, pengusaha susu sapi perah, mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum(LBH)
H. Fadoli, pemilik UD Wahyudi Putra (WP) merasa dirugikan lantaran harga jual susu miliknya yang semula dihargai Rp. 6000 – 8000 oleh PT. NSP, namun pada saat pembayaran ternyata turun harga menjadi Rp. 3000 / liter, dengan alasan kualitas susu tersebut dinyatakan jelek (berbuih bintik pecah).
Perbedaan harga tersebut jelas tertera antara harga pada invoice pertama dengan harga Rp.6000 – 8000, dengan invoice ke dua yang hanya dibandrol Rp. 3000 /liter.
Saat dikonfirmasi, Manager PT. NSP, Abet mengungkapkan bahwa segala kebijakan terkait harga menjadi kewenangan si Bos PT. NSP.
“Semua yang menentukan harga, itu si Bos, dan saya Manager di sini,” ungkap Abet, saat dikonfirmasi di kantornya yang berlokasi di Desa Dawuan Sengon, Nongko Jajar Kabupaten Pasuruan, Senin (1/4) lalu
Saat ditanya tentang perubahan harga yang tertera pada invoice transaksi penjualan harga tersebut, Abet mengaku bahwa dia yang membuat invoice itu, namun yang menentukan si Bos.
“Itu saya yang membuat harga, jadi H. Fadoli yang meminta invoice itu,” katanya.
Semetara, Supriyadi dari Lembaga Bantuan Hukum Pembela Tanah Air (LBH-Peta) selaku penasehat hukum dari H. Fadoli, mengatakan, pihaknya akan terus mengawal kasus ini sampai H. Fadoli mendapatkan haknya.
“Menurut kami, apa yang disampaikan oleh Manager PT. Nawasena Setia Perkasa, itu sangat lucu, ketika sudah muncul invoice harga, kemudian masih ditentukan lagi oleh Bosnya,” kata Supriyadi.
Setelah terbit invoice, masih menurut Supriyadi, beserta harga dan keterangan tertera, otomatis pihak perusahaan sudah melakukan pengujian terhadap kualitas barang, sehingga tidak ada kesalahpahaman antara pihak CV / UD dengan perusahaan.
“Nah, ini kan sudah muncul harga pada awal transaksi, artinya harga pada invoice pertama itu yang menjadi acuan,” paparnya.
Saat ditanya langkah apa yang akan dilakukan, Supriyadi selaku penasehat hukum dari H. Fadoli, pihaknya masih menunggu bukti – bukti dari pihak PT. NSP terkait dengan perubahan tersebut.
“Kami akan tetap mengupayakan apa yang menjadi hak dari pada H. Fadoli, atas kekurangan pembayaran tersebut bisa diberikan,” tandas Supriyadi.
“Selain itu, PT. NSP akan mengembalikan barang (susu sapi) yang dinyatakan rusak itu, apabila H. Fadoli tidak mau dengan harga Rp. 3000, nah ini kan seolah – olah ada ‘pengancaman’,” tegasnya.
Menurut Supriyadi, praktek yang menimpa pada H. Fadoli, ini kerap terjadi, dan ini dinilai praktek lama yang biasa dilakukan oleh perusahaan yang sudah menjalin kontrak kerja dengan penyedia barang.
“Hal seperti ini kerap terjadi dan dilakukan oleh perusahaan, dengan berdalih barang dari penyedia yang notabene rakyat jelata, ini dinyatakan tidak sesuai atau kurang bagus sehingga perusahaan bisa seenaknya mempermainkan harga,” jelasnya.
Kami, lanjut Supriyadi, “akan berkolaborasi dengan rekan – rekan dari Lembaga Perlindungan Konsumen, sehingga langkah kami dalam menangani kasus ini mendasar terhadap UU tentang konsumen,” pungkasnya. (Spd/Gun)